Home » » Do'a: Hukum dan Adab-Adabnya

Do'a: Hukum dan Adab-Adabnya


   A.  Pendahuluan
Manusia itu selama masih berstatus manusia, yakni sebagai makhluk Allah Swt. yang masih  berfungsi akalnya, meskipun keperluan dunianya telah cukup ada padanya, namun ia tidak dapat melepaskan dirinya dari Allah Swt. Yang Maha Kaya, Maha Kuasa dan Maha segala-gala. Karena itu, maka manusia tak dapat tidak berhajat kepada Allah Swt. Justru itulah, maka manusia perlu berdo’a kepada Allah Swt. dan memohonkan segala sesuatu kepadaNya.
Dengan berdo’a kepada Allah Swt., berarti kita telah mulai merasakan dan telah mulai menghayati kefakiran kita kepadaNya. Bermohon kepada Allah Swt. ada hukum serta adab dan sopan santunnya, di mana dengannya berhasillah kita kepada tujuan hakikat dari do’a itu.
Dalam karya ini akan membahas tentang hukum dan adab-adab berdo’a, do’a sesudah shalat, diakhiri dengan penutup yang berisi kesimpulan. Adapun tujuannya adalah untuk mengajak manusia agar tidak sombong kepada Allah, agar tahu diri bahwa kita butuh kepadaNya, karena kita fakir, miskin, lemah dan hina. Dan untuk memberi pemahaman kepada manusia tentang pentingnya berdo’a.

B.  Hukum berdo’a
Imam Nawawi mengungkapkan dalam kitab beliau ­al-Azkar:
إعلم أن المذهب المختار الذي عليه الفقهاء والمحدثون وجماهير العلماء من الطوائف كلها من السلف والخلف:  أن الدعاء مستحب[1]
“Ketahuilah bahwa menurut pendapat mazhab yang terpilih yang diikuti oleh para fuqaha, muhaddisun, serta jumhur ulama dari semua golongan salaf dan khalaf bahwa hukum berdo’a adalah mustahab (Sunnah).”
Hukum berdo’a bisa berbeda-beda tergantung cara , dasar dan sasarannnya. Misalnya berdo’a supaya orang kafir masuk surga hukumnya haram. Berdo’a dengan do’a yang ma`ṣur hukumnya sunnah.
Apabila seseorang memimpin do’a, maka dia harus menggunakan kata ganti "kami" contoh Allāhummagfirlana, namun bila ada pemimpin do’a yang menggunakan kata ganti "saya" misalnya Allāhummagfirli,  sebenarnya hanya tinggal diniatkan saja kita turut berdo’a bersamanya atau kita baca kalimat yang sama dalam hati bila menjadi makmum atau penjawab do’anya.

C.  Adab-adab berdo’a
Imam Abu hamid al-Gazali berkata dalam karya fenomenalnya  Ihyā’ ‘Ulumuddīn bahwa adab berdo’a ada sepuluh perkara, yaitu:
v  Hendaklah kita mengamati dan memilih waktu-waktu yang baik dan mulia untuk berdo’a. Dengan berdasarkan hadis Rasulullah Imam al-Gazali dalam Ihya’nya mencontohkan bahwa waktu-waktu yang baik itu adalah seperti hari ‘Arafah, bulan Ramadhan hari Jum’at, dan diwaktu sahur.
v  Hendaklah kita mempergunakan kesempatan berdo’a pada keadaan-keadaan yang mulia. Dengan berdasarkan hadis Rasulullah pula Imam al-Gazali mencontohkan dalam kitabnya tersebut bahwa keadaan yang baik adalah seperti ketika berada dalam barisan (shaf) peperangan (jihad fisabilillah), ketika turunnya hujan, antara azan dan iqamat, ketika hari kala kita sedang berpuasa dan ketika berada pada sujud sembahyang.
v  Hendaklah kita berdo’a dengan menghadap kiblat (Ka’bah), baik berdo’a setelah shalat atau pada waktu-waktu lainnya, begitu yang dilakukan Rasulullah tatkala beliau berdo’a. Adapun jika berdo’a setelah shalat fardhu maka menurut Syeikh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari dalam kitabnya Fatḥul Mu’īn, bahwa menghadap kiblat hanya disunatkan bagi selain imam. Adapun bagi imam maka sebaiknya ia berdiri pada tempat ia sembahyang dan menghadap jama’ah jika dari para jama’ah itu tidak terdapat orang perempuan, atau sebaiknya bagi imam berdo’a dengan mengarahkan pihak kanannya kearah makmum sedangkan kiblat berada pada pihak kirinya.
v  Hendaklah kita berdo’a dengan mengangkatkan dua tangan kelangit (keatas). Menurut Syeikh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari dalam kitabnya Irsyādil ‘Ibād bahwa hukum mengangkat dua tangan itu adalah disunatkan bagi selain orang yang sedang sembahyang dan yang sedang berkhutbah, adapun bagi keduanya maka tidak disunatkan mengangkat dua tangan. Dan tangan yang diangkat itu adalah tangan yang dalam keadaan suci dan diangkat sampai sejajar tingginya dengan dua bahu. Adapun tangan yang bernajis menurut Syeikh Sayed Bakri bin Sayed Muhammad Syatha dalam kitab beliau I’ānah aṭ-Ṭālibīn maka hukum mengangkatnya adalah makruh walaupun tangan itu tertutup. Dan jika adalah hal yang dido’akan itu merupakan hal yang sangat rumit dan mendesak maka menurut beliau berdasarkan al-Kurdi bahwa tangan itu diangkat bukan sejajar dengan bahu tapi lebih keatas lagi, sekira-kira tampaklah putih-putih ketiaknya. Menurut Syeikh Syihabuddin Qalyubi dalam kitab beliau Hasyiyah al-Mahalli bahwa telapak tangan itu dirapatkan dan sebaiknya dalam keadaan terbuka, artinya telapak tangan tidak ditutup dengan penutup apapun jua. Hal itu kita lakukan sebagai isyarah kita sedang menadah pemberian dan anugerah dari Tuhan, dan dalam keadaan seperti itu maka pandangan mata ditujukan kelangit (keatas), sebagai isyarah kita memperhatikan rahmat Allah yang sedang diturunkan, dan setelah selesai berdo’a maka tangan itu disapukan kewajah.
v  Hendaklah berdo’a dengan suara yang lunak dan sayup. Yang dimaksudkan disini adalah jangan meninggikan suara sampai terdengar oleh orang lain dan jangan pula mengecilkannya sampai tak terdengar pada diri sendiri. Guru besar kita pembangun mazhab Syafi’i yaitu Muhammad bin Idris asy-Syafi’i yang dikenal dengan Imam Syafi’i dalam kitab beliau yang terkenal yaitu al-Umm bahwa beliau berkata, “Saya memilih (berpendapat) bahwa disunatkan bagi imam dan makmum apabila telah selesai dari shalat agar mereka berzikir dan berdo’a dan hendaknya mereka melakukan itu dengan merendahkan suara, kecuali kalau ia seorang imam yang bermaksud ingin mengajarkan zikir dan do’a kepada para jama’ah maka baguslah jika ia membesarkan suaranya sebatas para jama’ah itu belum bisa, adapun jika mereka telah bisa maka suara imam kala berzikir dan berdo’a itu harus dikecilkan kembali. Pendapat maha guru kita itu telah diikuti oleh semua murid beliau dan semua penganut mazhab Syafi’i termasuk Syeikh Zainuddin al-Malibari dalam kitabnya Fatḥul Mu’īn, dan beliau menambahkan bahwa boleh juga bagi imam untuk membesarkan suara dalam zikir dan do’anya jika ia bermaksud agar makmum atau para jama’ah membaca amin untuk do’anya tersebut. Dan beliau menyebutkan dalam kitab tersebut, menurut guru beliau Syihabuddin Syeikh Ibnu Hajar al-Haitami bahwa terlalu membesarkan suara ketika berzikir dan berdo’a didalam masjid, sekira-kira dapat mengganggu kekhusyukan orang sembahyang maka membesarkan suara adalah sepantasnya diharamkan.
v  Hendaklah kita dalam berdo’a tidak membebani diri dengan bersajak. Kecuali pada do’a-do’a yang pernah diajari oleh Rasulullah, karena do’a yang paling bagus kita bacakan adalah do’a–do’a yang diajarkan oleh Rasulullah walaupun terdapat sajak didalamnya tapi tidak termasuk membebani diri. Yang dimaksud dengan bersajak ialah membebani diri dengan mencari persamaan kata atau huruf pada akhir kalimat lalu tidak memperhatikan maksud dari do’a yang sedang dibaca itu, karena yang dituntut ketika berdo’a bukan persamaan kata tapi merendah diri dengan hati yang khusyuk dan lidah yang hina.
v  Hendaklah keadaan kita dalam berdo’a dengan merendah diri dan dengan khusyuk serta bersikap bahwa kita harap dan takut kepada Allah. Menurut Syeikh Jalaluddin al-Mahalli dalam kitabnya Tafsir al-Jalalain bahwa yang dimaksud dengan harap adalah bahwa kita dalam berdo’a dengan satu kepastian bahwa kita berada dalam rahmat Allah Swt. dan kita pula harus cemas dan takut dari azab-Nya.
v  Hendaklah kita mengokohkan do’a dengan satu keyakinan bahwa do’a itu pasti diperkenankan sebagaimana yang Allah janjikan. Dan hendaklah kita berbaik sangka pada Tuhan dengan membenarkan harapan bahwa do’a pasti diterima-Nya. Disebutkan dalam berbagai kitab bahwa “Tuhan akan bersikap terhadap kita hamba menurut sangkaan kita terhadap-Nya, kalau kita menyangka bahwa Tuhan akan berbuat baik pada kita maka kebaikanlah yang diberikan Tuhan bagi kita, dan sebaliknya jika kita beranggapan bahwa yang akan diperbuat Tuhan terhadap kita adalah keburukan maka hal yang terburuklah yang bakal menghimpit kita nantinya. Oleh karena itu maka hendaklah kita dalam berdo’a harus dengan satu keyakinan dan rasa percaya bahwa pintu keampunan Allah itu jauh lebih besar dibandingkan dengan dosa-dosa kita. Dan pintu rahmat Allah terbuka lebar bagi siapa saja dari hamba-hamba-Nya yang mau bertaubat dan mau berdo’a pada-Nya. Dan rahmat yang luas itu akan diberikan bagi semua yang memerlukannya dan mau meminta kepada-Nya. Dari satu sisi bahwa kita dihadapan Tuhan harus mengakui kesalahan dan dosa yang kita lakukan dalam sebuah pengakuan yang melambangkan penyesalan bukan kepuasan dan bangga, dan dari sisi lain bahwa kita juga harus mengakui bahwa keampunan Allah Swt. jauh lebih besar dari sebesar apapun dosa-dosa kita.
v  Hendaklah kita berdo’a dengan penuh kesungguhan dan mengulang-ulang do’a itu sampai tiga kali. Hendaklah kita memulai do’a dengan menyebut nama Allah dan memuji kehebatan dan kebesaran-Nya apakah dalam bentuk Basmalah, Hamdalah, atau zikir-zikir lain yang sifatnya merupakan bentuk sanjungan kita kepada Allah Swt. setelah memuji Allah, maka kita membaca shalawat kepada Rasul-Nya Nabi Muhammad Saw. Hal ini mengandung pengertian bahwa janganlah kita dalam berdo’a menuju langsung pada permohonan dan permintaan, tapi berikan dulu kata-kata sanjungan dan pujian akan kebesaran Tuhan dan kemurahan-Nya. Tidakkah kita memperhatikan pengajaran Allah Swt. pada surat al-Fatihah, bahwa dalam surat tersebut sesungguhnya Allah mengajarkan kita akan cara berdo’a kepada-Nya dengan firman-Nya. “Berikan kami jalan yang lurus. Yaitu jalan yang telah Engkau berikan bagi mereka, yang tidak adalah mereka itu dimurkakan dan tidak pula dalam kesesatan. Do’a tersebut tertulis setelah kata-kata pujian dan sanjungan terhadap dirinya pada ayat sebelumnya dengan firman-Nya “Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Segala Jenis Puji-Pujian Itu Hanyalah Hak Istimewa Bagi Allah Pemilik Alam Jagat Raya. Yang Pengasih Dan Penyayang. Yang Merupakan Raja Pada Hari Kiamat. Hanya Engkau Yang Kami Sembah Dan Hanya Kepada Engkau Pula Kami Mohon Pertolongan”.
v Hendaklah kita berdo’a dengan memelihara adab batiniyah. Adab inilah yang merupakan pangkal dan modal agar do’a kita diterima oleh Allah Swt.[2]  

D.  Do’a sesudah shalat
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَاْلاَرْضَ لاَاِلَهَ اِلاَّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُوْن. يَارَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلاَلِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ. اَللَّهُمَّ اشْرَحْ بِالْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ صُدُوْرَنَا وَيَسِّرْ بِهِ اُمُوْرَنَا وَعَظِّمْ بِهِ اُجُوْرَنَا وَحَسِّنْ بِهِ اَخْلاَقَنَا وَوَسِّعْ بِهِ اَرْزَاقَنَا وَنَوِّرْ بِهِ قُبُوْرَنَا يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ اِنَّا نَسْئَلُكَ رِضَاكَ وَاْلجَنَّةَ وَنَعُوْذُبِكَ مِنْ سَخَطِكَ وَالنَّارِ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَذُنُوْبَ وَالِدِيْنَا وَلِمَشَايِخِنَا وَلِقَرَابَاتِنَا وَلِمَنْ لَهُ حَقٌّ عَلَيْنَا وَلِجَمِيْعِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ اْلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ اِنَّا نَسْئَلُكَ أَنْ تَبْعَثَنَا فِىْ هَذَا الْيَوْمِ اِلَىْ كُلِّ خَيْرٍ وَنَعُوْذُ بِكَ أَنْ نَجْتَرِحَ فِيْهِ سَوْأً. اَللَّهُمَّ اِنَّا نَسْئَلُكَ أَنْ تَكْشِفَ سُقْمَنَا وَتَبْرَئَ مَرَضَنَا وَتَرْحَمَ مَوْتَنَا وَتَصِحَّ اَبْدَانَنَا وَتَخْلُصَهَا لَكَ وَأَنْ تَخْلُصَ اَدْيَانَنَا وَأَنْ تَحْفَظَ عِيَاذَنَا وَتَشْرَحَ صُدُوْرَنَا وَتَدْبُرَ أُمُوْرَنَا وَتَجْبُرَ اَوْلاَدَنَا وَتَسْتُرَ جُرْمَنَا وَتَرُدَّ غِيَابَنَا وَأَنْ تَثْبُتَنَا عَلَى دِيْنِنَا وَنَسْأَلُكَ خَيْرًا وَرُشْدًا. اَللَّهُمَّ اَعْطِنَا رِضَاكَ فِى الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَاخْتِمْ لَنَا بِالسَّعَادَةِ وَالشَّهَادَةِ وَالْمَغْفِرَةِ. اَللَّهُمَّ اِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزْنِ وَ نَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَ نَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَالْفَشَلِ وَمِنْ غَلَبَةِ الدَّيَّنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ.اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الْمُعْتَمِدِيْنَ عَلَيْكَ الْمُتَوَجِّهِيْنَ اِلَيْكَ الْمُحْسِنِيْنَ اِلَى اْلاِخْوَانِ الْفَائِزِيْنَ بِالْجِنَانِ. اَللَّهُمَّ زِدْنَا عِلْمًا وَلاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ. اَللَّهُمَّ اَغْنِنَا بِالْعِلْمِ وَزَيِّنَّا بِالْحِلْمِ وَاَكْرِمْنَا بِالتَّقْوَى وَجَمِّلْنَا بِالْعَافِيَةِ. اَللَّهُمَّ لاَ تَجْعَلْنَا مِنَ الْمُتَكَبِّرِيْنَ وَاجْعَلْنَا مِنَ السَّاجِدِيْنَ لِوَجْهِكَ الْبَاكِيْنَ مِنْ خَشْيَتِكَ. اَللَّهُمَّ اَكْرِمْنَا بِطَاعَتِكَ وَلاَ تُهِنَّا بِمَعْصِيَتِكَ. اَللَّهُمَّ ارْزُقْنَا اَدَاءً بِالْقَلْبِ وَحُبَّ الْخَيْرِ وَالسَّعَادَةِ وَالْبِشَارَةِ مِنَ اْلاِيْمَانِ. اَللَّهُمَّ اجْعَلْ آخِرَ اَعْمَارِنَا خَيْرًا وَخَوَاتِيْمَ اَعْمَالِنَا خَيْرًا وَخَيْرَ اَيَّامِنَا يَوْمَ نَلْقَاكَ. اَللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا فِىْ سَكَرَاتِ الْمَوْتِ وَالنَّجَاةِ وَالْعَفْوِ عِنْدَ الْحِسَابِ. اَللَّهُمَّ اِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَمَمَاتِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ. رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ وَعَذَابَ الْقَبْرِ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. وَ صَلَّى اللَّهُ وَسَلَّمَ عَلَى خَيْرِ خَلْقِهِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ. وَ الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ. الْفَاتِحَةَ.

E.  Penutup
Berdasarkan nukilan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:
1.    Arti kata do'a yang terdapat dalam al-Qur'an :
a) Perkataan dan Ibadat {QS.Yunus: 10 dan 106}, b) Memohon pertolongan {QS.al-Baqarah:23}, c) Panggilan {QS.al-Isra':52}, d) Pujian {QS.al-Isra':110}, e) Permohonan {QS.al-Mukmin:60}.
2.    Fungsi do’a yaitu:
a) kepalanya ibadah, b) Mendatangkan anugerah dari Allah, c) Senjata orang beriman, d) Tiangnya agama, e) Cahaya langit dan bumi, f) Mendatangkan kesejahteraan hidup, g) Pembuka pintu rahmat, h) Menolak bencana, i) Menyelamatkan diri dari ancaman musuh, j) Memudahkan datangnya rizqi, k) Penentram jiwa, l) Penyembuh berbagai macam penyakit, m) Pengantar kebahagiaan dunia akhirat, 14) Penghubung sesama sahabat di tempat jauh, n) Penghubung antara orang tua dan anak, o) Penghubung bagi orang-orang yang telah meninggal.
3.    Syarat agar terkabulnya do’a adalah:
a) Ikhlas karena Allah, b) Tidak terburu-buru, c) Tidak untuk dosa, d) Penuh keyakinan, e) Makan dan minumnya harus dari barang halal, f) Bertakwa kepada Allah, g) Dengan rendah hati dan suara lembut, h) Sabar dan shalat.
4.    Adab-adab dalam berdo’a, yaitu:
a) Diawali dan diakhiri dengan Basmalah,Hamdalah,serta Shalawat, b) Diulang tiga kali, c) Menghadap kiblat seraya menadahkan tangan, d) Memiliki wudhu'.
5.    Beberapa tempat diterimanya do’a, yakni:
a) Ka'bah, b) Pancuran emas ka'bah, c) Sudut Hajar Aswad, d) Hijir Ismail, e) Sumur zam-zam, f) Muzdalifah, g) Shafa dan Marwah, h) Tugu Ula Mina dan Tugu Wusṭa Mina, i) Tugu 'Aqabah Mina, j) Padang Arafah, k) Masy'aril Haram, l) Masjid Nabawi Madinah, m) Majlis-majlis zikir.
6.    Waktu-waktu mustajabah do’a, yaitu:
a) Antara adzan dan iqamah, b) Sesudah shalat lima waktu, c) Tengah malam yang sunyi, d) Hari jum'at dan malamnya, e) Ketika matahari condong sedikit ke arah barat, f) Hari arafah, g) Pertengahan bulan sya'ban, h) Malam Idul fitri dan Idul adha, i) Bulan ramadhan, j) Ketika perang membela agama Islam, k) Ketika khatmul Qur'an, l) Ketika turun hujan, m) Ketika mendung gelap dan angin kencang, n) Pada waktu terharu air mata keluar, o) Ketika bersin, p) Pada waktu membaca QS.Ar-Rahman setelah membaca ayat : q) "Kullu man 'alaihā fān", r) Pada waktu ruku' dan sujud, s) Ketika melihat orang-orang lupa kepada Allah, t) Tatkala berzikir bersama-sama.
7.    Orang-orang yang do’anya dikabulkan oleh Allah adalah:
a) Orang yang teraniaya, b) Orang yang berdo'a untuk saudara dari kejauhan, c) Orang yang sedang berpuasa, d) Orang yang sakit sampai datang kesembuhan, e) Orang yang terkena cobaan dari Allah, f) Musafir bukan untuk maksiat, g) Orang yang sedang melaksanakan ibadah haji, h) Orang yang berperang di jalan Allah, i) Orang lanjut usia yang taat, j) Orang yang membantu orang yang sedang kesulitan, k) Orang yang disantuni kepada yang menyantuni, l) Orang yang senantiasa berzikir kepada Allah, m) Orang yang banyak berjasa kepada masyarakat, n) Orang yang membiasakan berdo'a di waktu senang, o) Anak terhadap orang tuanya, p) Orang tua terhadap anaknya, Pemimpin yang adil dan bijaksana, q) Segolongan orang-orang shaleh.
Wallāhu A’lam




Footnot:
[1] An-Nawawi, al-Azkar, Juz. I, h. 395.
[2] al-Gazali, Ihyā’, Juz. I, h. 304.

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.